Google
 

Tuesday, December 11, 2007

Latihan 3 (Teori Pembelajaran).

Menurut Ralph Tyler ada 4 faktor sebagai landasan pengembangan kurikulum. salah satu diantaranya adalah asas sosiologis yang mencakup kebutuhan, perkembangan, harapan, dll. padahal kita tahu bahwa faktor-faktor sosial antara masyarakat di daerah yang satu dengan daerah yang lain berbeda. bagaimana kita menyikapi hal tersebut?
(Neni Nurkhamidah/2201407188)

31 comments:

Anonymous said...

Diah rahmawati (4101407024/pend. matematika 1A)
Menurut saya dalam menyikapi perbedaan faktor-faktor sosial antara masyarakat didaerah yang satu dengan yang lain, janganlah terlalu fanatik.
Kita harus meninggalkan sikap fanatik sempit yang tidak bermanfaat dan tidak boleh egois. kita harus bisa mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan,perkembangan dan harapan seluruh masyarakat Indonesia.Dengan menggabungkan seluruh aspirasi dari daerah-daerah yang kemudian diolah menjadi satu demi kepentingan semua.

Emy Dyah N. F said...

Menurut saya, di setiap daerah memang terdapat perbedaan dalam hal asas sosiologisnya. Namun yang penting dalam pengembangan kurikulun adalah bagaimana kurikulum tersebut dapat meningkatkan dan mengoptimalkan kemampuan siswa dalam berbagai hal. Jadi kurikulum yang dibentuk haruslah memuat aspek -aspek yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran yang tentunya sesuai dengan kondisi di daerah tersebut.

Anonymous said...

sulistyowati 4301405089
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
untuk menyusun kurikulum pendikan agar dapat berjalan dan diberlakukan dalam suatu daerah maka kurikulum yang disusun tersebut harus disesuaikan dengan keadaan sosial dan kebudayaan daerah tersebut.

Anonymous said...

bangsa Indonesia memang terdiri dari berbagai suku bangsa yang tentu akan membawa akibat berbeda yang beraneka ragam pada kondisi soaiologisnya. namun hal ini bisa diatasi apabila kita mengesampingkan sikap kedaerahan. dalam pengembangan kondisi sosiologis tiap daerah tetap diperhatikan. namin gambaran secara umum bangsa indonesia tercermon dalam nilai=nilai yang terkandung dalam pancasila. jadi kurikulum harus sesuai dengan nilai=nilai pancasila, yakni tetap memperhatukan keadaan sosiologis bangsa indonesia.

desi said...

klo mmbhs perbedaan kondisi lingk politik,sosial,ekonomi n budaya masyarkt qt yg majemuk tp hal ini sgt n sgt mmpengaruhi kurikulum qt emg g bs dianggap enteng cz kota2 yg lbh maju ekonominya pst mutu pendi2knna jg top,makanya tiap thn/tiap gnt mentri msti kurikulum jg gnti,trnyt g gmpng,klo aq c pny opini klo kurikulum tu bs jd otonomi tiap daerah,jd hrz dianalisis dlu klbhn n klmhn pend daerah msg2,trs pusat tu nentuin standarnya dlu,klo emg bs lbh y bgs,tp klo lbh rndah y.. dioptimalin,yg pnting ngutamain keaktfn siswa,jd g kurikulum yg cm dngr guru ngoceh...tp biasany siswa yg kritiz n pgn maju tu lgsg j skul dikota gde yg top mutuny..sah2 aj c

Anonymous said...

pengembangan kurikulum pada kondisi sosiologis yang berbeda antra daerah yang satu dengan yang lain, hal ini bisa terjadi karena memang tiap daerah memiliki potensi yang berbeda. menurut saya hal itu tidak terlalu dipermasalahkan, bairlah tiap daerah menentukan otonominya sendiri termasuk dalam hal otonomi karena mreka sendiri kan yang mudeng daerahnya sendiri dan keadaan pendidikan disana.dengan kurikulum apapun yang penting gmn dapt mencapai tujuan yang diharapkan tapi memang itu g gampang c..
yang penting g nglanggar standar yang ditentuin pemerintah jalh....

Anonymous said...

Setiap daerah memiliki sistem masyarakat dan sistem adat serta tata cara yang berbeda. Nilai-nilai sosial budaya yang ada biasanya bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya. Dan tentu saja kita tidak boleh tak acuh pada kondisi kehidupan tersebut. apalagi seorang guru yang bukan hanya sebagai pengajar namun juga sebagai pendidik.
Dan setiap sekolah pastinya memiliki tata cara dan peraturan tertentu yang pastilah telah disesuaikan dengan kondisi budaya yang ada di daerah setempat.
Jadi perbedaan itu bukanlah suatu masalah yang penting adalah tujuan yang akan dicapai.

Anonymous said...

daerah yang satu dengan yang lain mempunyai latar belakang yang berbeda. kurikulum yang ada seharusnya disesuaikan dengan masing-masing daerah, baik kondisi lingkungan, budaya, kebutuhan, maupun harapan2nya sehingga potensi tiap daerah dapat dikembangkan (hal ini sesuai dengan ktsp). namun tetap harus memperhatikan tujuan pandidikan nasional dan tidak boleh melenceng dari falsafah negara.

Anonymous said...

faktor-faktor sosial antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain memang berbeda tetapi untuk menyikapi hal yang seperti ini, tetap tidak boleh membuat pembaharuan di sekolah-sekolah yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. misalnya kita ambil contoh dalam bidang bahasa, untuk sekolah-sekolah yang ada di jawa tengah tidak mungkin mempelajari bahasa papua yang wajib untuk diajarkan di papua begitu juga sebaliknya.

Anonymous said...

Menurut Ralph tylor yang mana salah satu asas yang digunakan sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum yaitu asas fisiologis yang mencakup harapan, kebutuhan dan sejarah perkembangan masyarakat, serta nilai-nilai yang diakui oleh masyarakat, menurut saya bahwa walaupun antara daerah satu dengan daerah yang lain harapan , kebutuhan, sejarah perkembangan masyarakatnya itu berbeda-beda tetapi dalam pengembangan kurikulumnya itu tetap berdasarkan prinsip-prinsip yang sama yaitu salah satunya prinsp relevansi dimana kurikulum dan pengajaran harus relevan dengan lingkungan hidup peserta didik, kemajuan iptek, tuntutan dunia pekerjaan, nilai-nilai social, tingkat perkembangan peserta didik dan tujuan pendidikan nasional, selain itu pengembangan kurikulum juga menganut prinsip efisiensi dan kontinuitas sehingga walaupun di daerah satu dengan daerah yang lain pengembangan kurikulum dalam asas sosiologis itu berbeda tetapi masih dalam prinsip yang sama.

Anonymous said...

Ralph Tyler(1949)mengemukakan empat faktor atau asas yang digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan kurikulum,salah satu diantaranya yaitu asas sosiologis.
Memang faktor-faktor sosial antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya berbeda.Maka asas sosial tersebut dapat dijadikan landasan untuk pengembangan kurikulum dimana kita harus memperhatikan berbagai perbedaan yang ada.Sehingga kurikulum yang ada tidak menyimpang dari keanekaragaman sosial dalam masyarakat itu sendiri.Dan intinya dalam mengembangkan suatu kurikulum tersebut nantinya tidak akan merugikan pihak siapapun dan manapun.Sebaliknya,hasil pengembangan kurikulum tersebut bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan dan dapat digunakan bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Anonymous said...

maka dari itu, karena sosial antara daerah yang satu berbeda dengan sosial daerah yang lain,maka kurikulum itu hendaknya dirancang oleh sekolah-sekolah itu sendiri, di mana sekolah itu pastinya tahu kemampuan seperti apa yang dibutuhkan oleh suatu daerah akan generasi mudanya. namun, dalam pengembangan kurikulum ini pusat memberikan acuan. sehingga apabila diadakan UN paling tidak sekolah itu dapat mengimbangi.

Anonymous said...

faktor sosial sebagai pola landas pendidikan menyebabkan pendidikan di daerah menjadi terkotak. hal ini menyebabkan pendidikan di sekolah daerah menjadi tertinggal. hal lain berupa pemahaman antara faktor-faktor sosial menjadi kendala pendidikan pada tingkat daerah. dewasa ini banyak faktor sosial yang menyebabkan penghentian tingkat pendidikan

sebagai contoh, banyak harapan dari masyarakat daerah apabila mereka menyekolahkan anaknya maka, kelak anak mereka akan memndapatkan penghidupan yang layak. pada kenyataanya hal demikian justru menyebabkan pola pemikiran bahwa sekolah adalah untuk bekerja. sebenarnya sekolah ditujukan tidak hanya untuk mencari pekerjaan, melainkan lebih dari itu semua diadakanya sekolah adalah untuk mengembangkan pola perilaku edukatif yang akhirnya dapat membina masyarakat Indonesia kearah perbaikan kedepan, serta menciptakan masyarakat yang kondusif untuk bersosialisasi guna mengikis faktor sosial yang menyebabkan pemikiran sempit.

ERI KRISTIANI said...

Ya, benar bahwa faktor-faktor sosial antara masyarakat di daerah yang satu dengan daerah yang lain berbeda. Hal inilah yang menjadi sebab mengapa pengembangan kurikulum antara masyarakat di daerah satu dengan daerah yang lain berbeda. Mereka mengembangkan kurikulum berdasarkan harapan, kebutuhan, dan sejarah perkembangan masyarakat, serta nilai-nilai yang diakui masyarakat di daerah tersebut masing-masing. Kita, sebagai generasi muda Indonesia yang baik, sepatutnya dapat menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat kita.

ERI KRISTIANI said...

NAMA : ERI KRISTIANI
NIM : 4101407009
ROMBEL : 32
EMAIL : eri_kristiani@yahoo.com

Anonymous said...

Dewi Muthohharoh /4301405058
Pend. Kimia
pengembangan kurikulum pada kondisi sosiologis yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain, bisa terjadi karena tiap daerah memiliki potensi yang berbeda. menurut saya tiap daerah diberikan kebebasan untuk menentukan otonominya sendiri termasuk dalam hal otonomi karena mereka sendiri diman mereka yang lebih tahu kondisidaerahnya sendiri dan keadaan pendidikan disana.kurikulum apapun yang penting mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemerintah. setiap sekolah memiliki tata cara dan peraturan tertentu yang disesuaikan dengan kondisi budaya yang ada di daerah setempat. pengembangan kurikulumnya itu tetap berdasarkan prinsip-prinsip yang sama yaitu salah satunya prinsp relevansi dimana kurikulum dan pengajaran harus relevan dengan lingkungan hidup peserta didik, kemajuan iptek, tuntutan dunia pekerjaan, nilai-nilai social, tingkat perkembangan peserta didik dan tujuan pendidikan nasional, untuk pengembangan kurikulum juga menganut prinsip efisiensi dan kontinuitas sehingga walaupun di daerah satu dengan daerah yang lain pengembangan kurikulum dalam asas sosiologis itu berbeda tetapi masih dalam prinsip yang sama.

Anonymous said...

Walaupun pengembangan kurikulum harus melihat asas sosiologisnya, namun tidak semestinya pengembangan kurikulum itu semata- mata bersifat kedaerahan. Bila hal ini sampai terjadi, maka akan terjadi ketimpangan antara daerah yang satu dengan yang lain. Daerah ayng bisa terbuka, open minded terhadap kebudayaan lai, bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, maka kurikulumnya dapat berkembang dan berjalan dengan lebih baik. Di sisi lain, daerah yang hanya melihat kebutuhan daerahnya sendiri maka dalam perkembangannya akan tertinggal dari daerah lain. Untuk menyikapi hal ini maka diperlukan suatu konsensus, kesepakatan bersama untuk menampung seluruh kebutuhan,perkembangan, dan harapan seluruh daerah di Indonesia sehingga dapat menyatukan pandangan seluruh daerah mengenai kurikulum yang digunakan dan tetap pada tujuan semula.

ika_nadhiya said...

Menurut saya sebenarnya tidak menjadi masalah bila antara daerah yang satu degan daerah yang lain memiliki asas sosiologis yang berbeda. Asalkan kita bisa menjembatani perbedaan yang ada dan tidak terlalu membesar-besarkan hal tsb. Pada dasarnya pengembangan kurikulum sendiri bersifat fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengan masing-masing daerah yang ada.

Anonymous said...

Hesti Darmayanti/ 4301405095/ rombel 33
Menurut Ralph tylor yang mana salah satu asas yang digunakan sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum yaitu asas fisiologis yang mencakup harapan, kebutuhan dan sejarah perkembangan masyarakat, serta nilai-nilai yang diakui oleh masyarakat. Walaupun antara daerah satu dengan daerah yang lain harapan , kebutuhan, sejarah perkembangan masyarakatnya itu berbeda-beda tetapi dalam pengembangan kurikulumnya itu tetap berdasarkan prinsip-prinsip yang sama yaitu salah satunya prinsip relevansi dimana kurikulum dan pengajaran harus relevan dengan lingkungan hidup peserta didik, kemajuan iptek, tuntutan dunia pekerjaan, nilai-nilai social, tingkat perkembangan peserta didik dan tujuan pendidikan nasional. Untuk menyikapi hal yang seperti ini, tetap tidak boleh membuat pembaharuan di sekolah-sekolah yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Kurikulum yang ada seharusnya disesuaikan dengan masing-masing daerah, baik kondisi lingkungan, budaya, kebutuhan, maupun harapan2nya sehingga potensi tiap daerah dapat dikembangkan (hal ini sesuai dengan ktsp).

Anonymous said...

Untuk menyikapi hal ini (solusi untuk masalah ini) adalah seperti yang telah dilakukan pemerintah kita akhir-akhir ini, yaitu : penyempurnaan kurikulum, dari KBK menjadi KTSP.
KBK dan KTSP sama-sama menekankan pada pencapaian kompetensi tertentu (mencakup ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotorik). Yang membedakan adalah : KTSP memberi ruang untuk pengembangan kurikulum, sedangkan KBK tidak.
Pengembangan kurikulum KTSP dilakukan dengan mempertimbangkan nilai-nilai budaya, karakteristik dan kebutuhan siswa, karakteristik sekolah, potensi, dan kebutuhan daerah. Dimana pengembangan yang dilakukan masih tetap mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusanm (SKL) dan berpedoman pada paduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Dengan demikian, diharapkan KTSP dapat mengakomodasikan secara proporsional antara kepentingan nasional, daerah, sekolah, dan peserta didik. Ini berbeda sekali dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya (termasuk KBK) yang biasanya “diturunkan” secara utuh dari Depdiknas di Jakarta untuk diikuti dan diimplementasikan secara utuh tanpa perubahan, mulai dari media, metode, model, maupun pendekatan yang digunakan merupakan penyeragaman. Sudah barang tentu, dengan kapasitasnya untuk mengakomodasikan kepentingan daerah dan peserta didik, KTSP adalah kurikulum yang lebih baik. Di dalam era desentralisasi dan otonomi sekarang ini, aspirasi pendidikan bangsa memang selayaknya harus menyediakan tempat bagi kepentingan daerah dan peserta didik.

Anonymous said...

Untuk menyikapi hal ini (solusi untuk masalah ini) adalah seperti yang telah dilakukan pemerintah kita akhir-akhir ini, yaitu : penyempurnaan kurikulum, dari KBK menjadi KTSP.
KBK dan KTSP sama-sama menekankan pada pencapaian kompetensi tertentu (mencakup ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotorik). Yang membedakan adalah : KTSP memberi ruang untuk pengembangan kurikulum, sedangkan KBK tidak.
Pengembangan kurikulum KTSP dilakukan dengan mempertimbangkan nilai-nilai budaya, karakteristik dan kebutuhan siswa, karakteristik sekolah, potensi, dan kebutuhan daerah. Dimana pengembangan yang dilakukan masih tetap mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusanm (SKL) dan berpedoman pada paduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Dengan demikian, diharapkan KTSP dapat mengakomodasikan secara proporsional antara kepentingan nasional, daerah, sekolah, dan peserta didik. Ini berbeda sekali dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya (termasuk KBK) yang biasanya “diturunkan” secara utuh dari Depdiknas di Jakarta untuk diikuti dan diimplementasikan secara utuh tanpa perubahan, mulai dari media, metode, model, maupun pendekatan yang digunakan merupakan penyeragaman. Sudah barang tentu, dengan kapasitasnya untuk mengakomodasikan kepentingan daerah dan peserta didik, KTSP adalah kurikulum yang lebih baik. Di dalam era desentralisasi dan otonomi sekarang ini, aspirasi pendidikan bangsa memang selayaknya harus menyediakan tempat bagi kepentingan daerah dan peserta didik.

Anonymous said...

Metha (4301405062)
Perbedaan yang ada dalam masyarakat kita merupakan suatu bentuk kemajemukan yang telah ada sejak dahulu kala dan sebagai generasi penerusnya, kita hanya bisa menghargai, menghormati dan melestarikan serta mengembangkannya selama masih sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Untuk itu, dalam mengembangkan kurikulum, kita harus melihat keanekaragaman tersebut. Pengembangan kurikulum harus dilakukan sesuai dengan keadaan dan situasi masyarakat yang berada di sekitarnya.

www.nurmasiyamita.blogspot.com said...

Menurut saya,
Walaupun antara daerah satu dengan daerah yang lain harapan , kebutuhan, sejarah perkembangan masyarakatnya itu berbeda-beda tetapi dalam pengembangan kurikulumnya itu tetap berdasarkan prinsip-prinsip yang sama yaitu salah satunya prinsip relevansi dimana kurikulum dan pengajaran harus relevan dengan lingkungan hidup peserta didik, kemajuan iptek, tuntutan dunia pekerjaan, nilai-nilai social, tingkat perkembangan peserta didik dan tujuan pendidikan nasional. Untuk menyikapi hal yang seperti ini, tetap tidak boleh membuat pembaharuan di sekolah-sekolah yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Kurikulum yang ada seharusnya disesuaikan dengan masing-masing daerah, baik kondisi lingkungan, budaya, kebutuhan, maupun harapan2nya sehingga potensi tiap daerah dapat dikembangkan (hal ini sesuai dengan ktsp).

Anonymous said...

Kalau menurut saya perbedaan tentang sosial memang sudah ada dari dulu dari awal diciptakannya manusiapun sudah berbeda.Perbedaan ini klo menurut saya bukan suatu hambatan dalam pendidikan toh kurikulum pendidikan tidak begitu berpengaruh tapi hal ini dipengaruhi oleh siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. sebaik apapun kurikulumnya tapi pelaksana pendidikan (guru dan siswa ) Kurang tanggapa terhadaphal ini maka kurikulum tidak akan berjalan dengan baik, tapi sejelek apapun kurikulum tetapi pelaksana pendidikan mau berusaha memperbaiki dengan perjuangan maka kurikulum akan menjadi berarti. Misalnya untuk pulau irian memiliki kurikulum yang baik tetapi kesadaran pendidikannya masih rendah maka kurikulum tidaka akn berjaln. Dan kalau menurut saya ada baiknya kalau kurikulum menjadi suatuotonomi daerah sehingga penentuan kurikulum didasarkan pada kondisi daerah masing-masing.

Anonymous said...

Kita tidak memandang dari perbedaan tetapi dengan perbedaan tersebutlah kita akan saling melengkapi asal tidak saling menghina dan mencemooh.
memang tidak semua daerah faktor sosial sama tetapi kita dapat menyikapi hal tersebut dengan cara toleransi saling membantu dan membuang rasa ingin benar sendiri. dan juga dapat dilakukan dengan cara tkad dan niat karena dengan itulah kita akan dapat memenuhi semua.

Anonymous said...

kan udh berkembang kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP )yg disesuaikan dgn keadaan sosial masing-masing daerah...
jd mgkn itu solusi keadaan sosial yang berbeda diatasi dgn ktsp...
qt liat dlu hsil ktsp beberapa thn lg...
apakah berhasil???
pling tidak, tu mrpkn usaha dalam skala besar.
Lathifa Ajria Farhati
2102407014
pend. bhs jawa

Anonymous said...

Perbedaan pasti akan selalu ada. Tinggal bagaimana cara kita menyikapinya. Jika antara masyarakat yang satu dan yang lainnya memiliki perbedaan, maka dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya memperhatikan perbedaan itu sehingga dapat menghasilkan kurikulum yang bermanfaat bagi semua daerah dan tidak menimbulkan kesenjangan antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
MELIA JUNIARTI
4101407021
PEND. MATEMATIKA 1A

Anonymous said...

Ya kita menyikapinya dengan menyesuaikannya dengan lingkungan sekitar di daerah tersebut.Apa mungkin di daerah terpencil akan memiliki sistem belajar yang sama dengan daerah kota?Tentu saja tidak,tapi apabila di daerah tersebut diubah sedemikian rupa sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan tidak menutup kemungkinan adanya persamaan dengan daerah kota.Pengembangan kurikulum di masing-masing daerah diproses dengan menyesuaikan keadaan lingkungan setempat tanpa mengabaikan adat istiadat serta kebudayaan daerah tersebut.

Anonymous said...

VISCARIA MUFTIANA
4101404541
PENDIDIKAN MATEMATIKA
Menurut saya perbedaan yang ada dalam masyarakat kita merupakan suatu bentuk keanekaragaman yang telah ada sejak jaman dahulu dengan berbagai budaya yang berbeda-beda dan sebagai generasi penerus, kita hanya bisa menghargai, mengembangkan dan melestarikannya selama masih menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku. keanekaragaman tersebut merupakan salah satu penunjang dari pengembangan kurikulum yang berlaku,sehingga Pengembangan kurikulum tersebut harus dilakukan sesuai dengan keadaan dan kondisi masyarakat sekitar yang bersangkutan.

Arga said...

Dalam menyikapi hal ini kita paling tidak harus mengenal adat istiadat dan budaya daerah lain, sehingga kita bisa saling menghormati dan menghargai antar daerah.

Anonymous said...

Menurut salah seorang ahli terkenal yang bernama Ralph tylor yang mana salah satu asas yang digunakan sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum yaitu asas fisiologis yang mencakup harapan., kebutuhan dan sejarah perkembangan masyarakat., serta nilai-nilai yang diakui oleh masyarakat..
Mmenurut saya bahwa walaupun antara daerah satu dengan daerah yang lain yang memiliki harapan.,memiliki kebutuhan.,serta memiliki sejarah perkembangan masyarakatnya itu yang berbeda-beda pula.,akan tetapi dalam pengembangan kurikulumnya itu tetap berdasarkan prinsip-prinsip yang sama yaitu salah satunya prinsip relevansi dimana kurikulum dan pengajaran harus relevan dengan lingkungan hidup peserta didik., kemajuan iptek yang sedang berlangsung.,tuntutan dunia pekerjaan., nilai-nilai sosial.,dan juga norma - norma sosial..
Secara otomatis tingkat perkembangan peserta didik dan tujuan pendidikan nasional., selain hal itu pengembangan kurikulum juga menganut prinsip efisiensi dan prinsip kontinuitas sehingga walaupun di daerah satu dengan daerah yang lain pengembangan kurikulum dalam asas sosiologis itu berbeda tetapi masih dalam prinsip yang sama.