Google
 

Thursday, June 5, 2008

Siswa SMA tidak lulus UN bertambah

Tingkat ketidaklulusan peserta UN SMA tahun ini meningkat menjadi 11%-12%. angka tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu yang mencapai 10%. Hal ini tentunya menjadi keprihatinan kita bersama. Kira2 mengapa ya? bertambahnya angka ketidaklulusan ini mungkin disebabkan beberapa faktor diantaranya: (1) jumlah mata pelajaran yang di-UN-kan lebih banyak dibanding tahun2 sebelumnya; (2) standar kelulusan tahun ini juga ditingkatkan menjadi 5,25 (tahun kemarin 5,00), trs apalagi ya? mohon masukan/komentar nggih...

4 comments:

Anonymous said...

maaf pak, dan salam kenal dari saya
mahasiswa psikologi FIP Unnes..

berkaitan dengan tingkat kelulusan UN, agaknya akan sangat panjang untuk membahas itu. secara mendasar, justru pertanyaan yang muncul adalah "haruskah UN itu ada?" dan pertanyaan selanjutnya, seperti yang ditanyakan juga oleh Abraham Maslow "mengapa pendidikan kita mencurahkan perhatiannya terlalu banyak pada angka-angka, bukan pada pemahaman?" lalu, "apakah pendidikan musti harus berhubungan dengan deretan angka-angka itu?"

tetapi pada kenyataannya UN adalah hal yang nyata, yang selalu menimbulkan polemik yang ritualistik. dalam artian akan ada polemik semacam ini pada tahun-tahun berikutnya. alangkah lebih baik jika pertanyaan yang diajukan bukan "bagaimana saran anda?" tetapi kilas balik dari regulasi yang telah dilakukan selama ini, dan belajar dari sana..

nuwun

Sembarangan[dot]Info said...

Fah: ujian nasional memang bukan solusi terbaik bagi sistem pendidikan kita. dan ini selalu menjadi pro kontra. (termasuk teori kebutuhannya maslow sebenarnya masih debateble).
tetapi UN ini adalah sebuah realitas yang harus (saat ini) dijalani pelaku2 pendidikan di indonesia. yang tidak banyak dipahami orang adalah UN sebenarnya bukan satu2nya penentu kelulusan (ada 4 aspek penentu kelulusan), akan tetapi seolah2 hanya UN yang dijadikan standar kelulusan.
hal ini memang menjadi keprihatinan dan sekaligus refleksi kita bersama. (Heri TL)

Anonymous said...

iya, dalam hal ini saya sepakat pak. tetapi bukankah itu justru melepaskan konteks historis? UAN selalu menjadi pro-kontra, artinya ini bukanlah permasalahan baru, sebuah permasalahan klasik. sesuatu yang klasik pasti tidak lepas dari konteks historisitas, dan UAN BUKAN sekedar permasalahan "here and now", karena telah menjadi permasalahan panjang nan "kelam" pendidikan Indonesia. lalu masih kurang kah perjalanan panjang itu, masih haruskah jalan itu diperpanjang?

disisi lain, jika ditilik regulasi yang dilakukan setiap tahun, terlihat tidak ada proses belajar, tidak ada proses menghargai sejarah. sebuah regulasi yang senantiasa mengambang dan terkesan "sengaja" memberikan ruang untuk "di uthik-uthik"

tapi tentu UAN bukan permasalahan yang terlepas dari permasalahan lain. saya kira ada permainan kekuasaan, kapitalisasi pendidikan, "proyek-proyek" pendidikan, atau hal lain yang lebih mendasar-lemahnya landasan falsafi atas ideologi pendidikan-itu semua terkait, baik langsung ataupun tidak langsung dengan UAN. tak lupa juga mentalitas menerabas, meminjam bahasa koentjoroningrat, yang justru dikembangkan dalam pendidikan.

permasalahan pergeseran orientasi dari pemahaman menuju angka-angka, itu justru hanyalah sebuah akibat dari sebab-sebab itu (yang mungkin belum semua)

nuwun

Anonymous said...

tanggapan ini dibuat guna mengikuti ujian susulan semester.
doni putra:nim5101405038

menurut saya masalah yang ketiga adalah belum siapnya sekolah dan siswa mengikuti langkah yang telah diterapkan. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya dijumpai siswa yang bolos diwaktu jam pelajaran sedang berlangsung di sekolah, masih banyak siswa yang tidak percaya diri dengan menyontek di waktu ujian sedang berlangsung dan masih banyak lagi.