Abstrak. Guru merupakan salah satu pilar atau komponen utama yang dinamis dalam mencapai tujuan Pendidikan serta untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. Pendekatan yang berorientasi pada perbaikan sarana dan prasarana tidak mampu mengangkat mutu pendidikan secara berarti. Suatu kenyataan di lapangan banyak fasilitas pembelajaran seperti peralatan laboratorium, referensi pustaka, studio atau workshop yang ada di sekolah tidak termanfaatkan secara optimal oleh sekolah. Ruang laboratoium dijadikan ruang kelas, ruang perpustakaan dipersempit dan dijadikan ruang guru bahkan gudang. Salah satu faktor penyebab adalah guru tidak siap untuk memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh berbagai macam proyek yang ditujukan ke sekolah tersebut. Oleh karena itu, maka pencapaian standar kompetensi guru merupakan suatu keharusan. Sebab tanpa ada standar maka jaminan kepada stakeholder tidak mungkin terpenuhi secara optimal. Upaya peningkatan kualitas pendidikan untuk mengangkat dari keterpurukan tidak mungkin terlaksana dengan baik apabila tidak dibarengi dengan upaya penegakan standar penyelenggaraan pendidikan, standar pelayanan pendidikan serta standar kompetensi guru, standar lulusan dan standar tenaga kependidikan lainnya. Upaya pencapaian standar kompetensi guru diantaranya dapat dilakukan dengan Pendidikan profesi dan sertifikasi guru.
Kata Kunci: guru, kompetensi, pendidikan profesi, sertifikasi.
Pendahuluan
Sejumlah lembaga internasional yang kompeten dan sangat berpengaruh menempatkan Indonesia sebagai negara yang terbelakang dalam sejumlah hal. Sebagaimana yang dirilis di banyak media massa menyebutkan bahwa menurut IIMD (International Institute for Management Development) menempatkan daya saing Indonesia pada peringkat paling rendah dari 49 negara yang diteliti. Posisi ini berada jauh di bawah negara Singapura, Australia, Malaysia, Thailand, dan Philipina. Dalam hal ini yang dimaksud daya saing merupakan analisis mengenai kemampuan suatu negara dalam mengembangkan diri yang menyangkut berbagai aspek sekaligus, seperti: ekonomi, pendidikan, pemerintahan, ketenagakerjaan, dan lain-lain (Kompas tanggal 7 Agustus 2001).
Dalam hal kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) menurut UNDP, pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan ke 109. Posisi ini jauh di bawah Singapura (24), Malaysia (61), Thailand (76), dan Philipina (77) (Satunet.com). Sementara pada tahun 2004 pada urutan ke 111 di antara 174 negara yang dikaji(Kompas tanggal 4 September 2004) Kondisi ini berkorelasi dengan kualitas pendidikan, sebagaimana disurvai oleh PERC (The Political and Economics Risk Consultancy), yang mendapatkan bukti bahwa kualitas pendidikan di Indonesia menempati urutan ke 12 di antara 12 negara Asia yang disurvai, bahkan berada di bawah Vietnam.
Hal lain yang mengindikasikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah kualitas budi pekerti para siswa yang memprihatinkan. Polda Metro Jaya melaporkan bahwa tahun 2000 tercatat ada 178 kasus tawuran pelajar dan menewaskan 28 orang sedangkan tahun 2001 terjadi 123 kasus yang menewaskan 32 orang, yang lebih memprihatinkan, kasus ini telah merambah ke siswa SLTP. (Kompas, 12 Mei 2002).
Sektor pendidikan menjadi kunci utama dalam peningkatan kualitas bangsa. Sebelumnya, pemerintah berstrategi dalam pengembangan pembangunan secara fisik untuk melihat kemajuan bangsanya, namun dalam tataran masa kini peningkatan sumber daya manusia menjadi prioritas dalam parameter kemajuan bangsa. Tidak ada jalan lain untuk pengembangan tersebut adalah dengan cara peningkatan mutu pendidikan.
Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan
Sistem pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kondisi sosial-budaya. Di dalamnya sarat prinsip-prinsip pendidikan yang berlandaskan pada kesatuan dan keutuhan nasional, menjunjung tinggi kepribadian bangsa yang bermartabat dan bermoral, kreativitas, keterampilan, dan sebagainya.
Mutu pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu menyangkut input, proses, dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Penjabaran lebih lanjut mengenai faktor-faktor tersebut bahwa input berkaitan dengan kondisi peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi, sikap), proses berkaitan erat dengan penciptaan suasana pembelajaran, yang dalam hal ini lebih banyak ditekankan pada kreativitas pengajar (guru), dukungan lingkungan berkaitan dengan suasana atau situasi dan kondisi yang mendukung terhadap proses pembelajaran seperti lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, sedangkan sarana dan prasarana adalah perangkat yang dapat memfasilitasi aktivitas pembelajaran, seperti gedung, alat-alat laboratorium, komputer dan sebagainya.
Berkaitan dengan faktor proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Studi tentang pendidikan guru di akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21 menunjukkan fenomena yang semakin kuat menempatkan guru sebagai suatu profesi. Kondisi nyata kini memandang bahwa guru sebagai sebuah profesi, bukan lagi dianggap sebagai suatu pekerjaan (vokasional) biasa yang memerlukan pendidikan tertentu. Kedudukan seperti ini setidaknya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi internal dan eksternal. Secara internal, terjadi penguatan dalam kedudukan sosial, proteksi jabatan, penghasilan, dan status hukum. Sebagai implikasi posisi ini, maka secara eksternal terjadi harapan dan tuntutan kualitas profesi keguruan, yang tidak hanya diukur berdasarkan kriteria lembaga penghasil (LPTK), tetapi juga menurut kriteria pengguna (user) antara lain asosiasi profesi, masyarakat, dan lembaga yang mengangkat dan memberikan penghasilan.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan untuk mengangkat dari keterpurukan tidak mungkin terlaksana dengan baik apabila tidak dibarengi dengan upaya penegakan standar penyelenggaraan pendidikan, standar pelayanan pendidikan serta standar kompetensi guru, standar lulusan dan standar tenaga kependidikan lainnya. Standar penyelenggaraan pendidikan mengisyaratkan bahwa lembaga penyelenggara pendidikan wajib memenuhi tuntutan minimum segala masukan (input) yang akan diproses dan standar proses yang memenuhi prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Sedang standar pelayanan dimaksudkan agar lembaga penyelenggara pendidikan dapat memberikan pelayanan secara optimal kepada pelanggan sehingga merasa puas terhadap hasil pendidikan sebagaimana yang mereka harapkan. Kepuasan pelanggan harus merupakan tujuan pelayanan, karena pendidikan adalah lembaga pemberi layanan jasa kepada masyarakat.
Penjaminan mutu lewat sertifikasi kompetensi akan mampu memberikan kepercayaan kepada stakeholder. Jika guru memiliki sertifikat kompetensi yang merupakan pengakuan terhadap kompetensi dan profesi untuk melaksanakan tugas sebagai guru, stakeholder akan percaya bahwa guru yang akan mendidik, mengajar, melatih dan membimbing anak-anak yang mereka percayakan akan mendapat pelayanan optimal baik di dalam penyediaan fasilitas pendidikan maupun dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Diharapkan dengan upaya itu hasil pendidikan yang dicapai juga akan lebih baik.
Patut disadari bahwa setiap hal baru yang dirasa asing dan berkaitan langsung dengan kepentingan dan nasib guru akan menimbulkan reaksi beragam, dari sikap pasrah sampai reaksi menentang. Secara psikologis akan menimbulkan kekhawatiran, karena mereka tidak terbiasa untuk mengenali kemampuan diri melalui refleksi dan evaluasi diri. Jika guru memiliki rasa confident (percaya diri) akan kompetensi yang dimilikinya, tidak akan menimbulkan rasa was-was dan khawatir yang berlebihan. Oleh karena itu perlu sosialisasi secara luas agar kebijakan sertifikasi dan resertifikasi dapat diterima secara positif, dan bukan merupakan ancaman bagi guru, tetapi justru dirasakan dapat melindungi profesi guru dan untuk membantu guru dalam mencapai tingkat tertinggi jabatan guru.
Standar Kompetensi Guru
Guru adalah salah satu jenis jabatan profesional di dalam bidang kependidikan. Sebagai jabatan, guru harus dipersiapkan melalui pendidikan dalam jangka waktu tertentu dengan seperangkat mata kuliah serta beban SKS tertentu sesuai dengan jenjangnya. Pendidikan yang dimaksud adalah untuk mendidik calon guru yang kelak mampu melaksanakan tugas secara profesional. Tugas profesional guru dapat dipilah menjadi empat fungsi sekalipun di dalam praktik merupakan satu kesatuan terpadu saling terkait, mendukung dan memperkuat satu terhadap aspek yang lain. Empat fungsi yang dimaksud adalah: 1) guru sebagai pendidik, 2) guru sebagai pengajar, 3) guru sebagai pelatih, dan 4) guru sebagai pembimbing.
Hasil studi dari pakar pendidikan (Jalal & Mustafa, 2001), menyimpulkan bahwa guru merupakan faktor kunci yang paling menentukan dalam keberhasilan pendidikan dinilai dari prestasi belajar siswa. Reformasi apapun yang dilakukan dalam pendidikan seperti pembaruan kurikulum, penyediaan sarana-prasarana dan penerapan metode mengajak baru, tanpa guru yang bermutu, peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
Kenyataan menunjukkan bahwa masih sebagian besar guru underqualified, tingkat penguasaan bahan ajar dan keterampilan dalam menggunakan metode pembelajaran yang inovatif masih kurang. Untuk itu perlu upaya peningkatan kualitas guru melalui berbagai cara antara lain : penentuan standar kompetensi, uji kompetensi dan sertifikasi guru, penilaian kinerja guru, penataran /pelatihan guru, peningkatan kesejahteraan dan profesionalisme guru, studi lanjut, peningkatan kualitas LPTK penghasil guru, dan lain-lain.
Khusus dalam perumusan standar komptensi guru terlebih dahulu perlu dikaji, dianalisis dan dibahas secara mendalam semua aspek yang berkaitan dengan tugas dan fungsi guru. Tim Penyusun Standar Kompetensi Guru Pemula (SKGP) merumuskan kompetensi guru dalam 4 (empat) rumpun yaitu: (1) Penguasaan Bidang Studi; (2) Pemahaman tentang Peserta Didik; (3) Penguasaan Pembelajaran yang mendidik; dan (4) Pengembangan Kepribadian dan Keprofesionalan. Keempat rumpun tersebut mencerminkan empat standar kompetensi guru yang dijabarkan lagi masing-masing dalam butir-butir kompetensi ( 28 butir kompetensi) selanjutnya diuraikan menjadi indikator yang berfungsi untuk memperjelas butir-butir kompetensi sehingga dapat dirujuk untuk mengembangkan instrumen uji kompetensi guru.
Sertifikasi Guru dan Landasan Yuridisnya
Sertifikasi kompetensi adalah proses pemerolehan sertifikat kompetensi guru yang dimaksudkan untuk memberikan bukti tertulis terhadap kinerja (performance) melaksanakan tugas guru sebagai perwujudan kompetensi yang dimiliki telah sesuai dengan standar kompetensi guru yang dipersyaratkan. Sertifikat kompetensi adalah surat keterangan bukti atas kompetensi dan hanya diberikan setelah yang bersangkutan lulus pendidikan profesi guru lembaga pendidikan tinggi terpilih.
Sertifikasi kompetensi melalui pendidikan profesi guru sebagai upaya penjamin mutu pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia mempunyai arti strategis dan mendasar dalam upaya peningkatan mutu guru. Sertifikasi merupakan jawaban terhadap adanya kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional guru. Oleh karena itu proses sertifikasi kompetensi dipandang sebagai bagian esensial dalam memperoleh sertifikat kompetensi yang diperlukan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 61 ayat (1) menyatakan bahwa sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi; ayat (2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi; (3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan/atau lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
Oleh karena itu pemerolehan sertifikat dalam pertemuan ilmiah, seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, simposium, dan lain-lain bukanlah sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan ini bersifat umum, baik untuk tenaga kependidikan maupun non kependidikan.
Khusus untuk tenaga kependidikan, UU No 20 tahun 2003 Pasal 42 ayat (2) menyatakan bahwa pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. Sementara itu, dalam pasal 42 ayat (1) disebutkan bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi minimal dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
UU No 20 tahun 2003 Pasal 43 ayat (2) menegaskan bahwa sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Jadi peran lembaga penyelenggara program pendidikan tenaga kependidikan yang terakreditasi sudah jelas dan tegas berwenang menyelenggarakan sertifikasi pendidik untuk TK,SD,SMP,SMA, dan SMK. Ijazah merupakan pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan yang diberikan kepada peserta didik setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi
Lebih jauh Undang-Undang Guru pasal 7 ayat (1) menyebutkan, bahwa guru sebagai tenaga profesional di bidang pembelajaran wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Ayat (2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pendidikan tinggi Program Sarjana atau Program Diploma IV yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru; ayat (3) menyatakan, bahwa Kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial sesuai Standar Nasional Pendidikan, yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru setelah Program Sarjana atau Diploma 4 sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Ayat (4) Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Sementara itu, dalam pasal 25 diatur sebagai berikut: (1) Pendidikan profesi guru mengikuti Peraturan Pemerintah yang mengatur pendidikan profesi; (2) Persyaratan kelulusan untuk pendidikan profesi ditetapkan oleh perguruan tinggi setelah memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi dan mendapat persetujuan dari menteri; (3) Calon guru yang memenuhi persyaratan kelulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh Sertifikat Kompetensi Guru dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
Sertifikasi Guru Pemula
Pemberian Akta mengajar selama ini merupakan sertifikasi guru bagi setiap lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan (LPTK). Sertifikasi ini dinilai belum standar karena tidak melalui uji kompetensi, dan masih berlaku selamanya. Untuk menjadikan guru sebagai profesi, maka setiap calon guru yang akan menjadi guru harus memiliki sertifikat guru pemula yang diperoleh melalui sertifikasi guru pemula.
Sertifikasi guru pemula merupakan proses pengujian kompetensi calon guru sebagai dasar pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan sebagai guru setelah lulus uji kompetisi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Dengan demikian tujuan sertifikasi guru pemula adalah untuk menentukan kelayakan seseorang sebelum memasuki atau memangku jabatan profesional sebagai guru, yang dapat diberlakukan selama kurang lebih lima tahun.
Peserta sertifikasi guru pemula terdiri atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah lulusan program studi kependidikan yang sebidang dan serumpun dengan Indeks Prestasi komulatif (IPK) minimal 2,50, disertai dengan bukti kelulusan yang diperoleh dari penyelenggara program pendidikan tenaga kependidikan terakreditasi. Kelompok kedua adalah lulusan program studi non kependidikan yang memiliki ijasah dari program studi sebidang dan serumpun dengan IPK minimal 2,50, memiliki bukti telah lulus program pembentukan kemampuan mengajar (Akta Mengajar) dari penyelenggara program pendidikan tenaga kependidikan terakreditasi dengan IPK minimal 2,50.
Calon guru yang ingin mengikuti sertifikasi guru pemula diwajibkan untuk mendaftarkan diri dengan menyerahkan berkas persyaratan administratif kepada penyelenggara uji kompetensi. Kemudian peserta mengikuti uji kompetensi untuk semua mata uji yang diwajibkan. Bila peserta memenuhi persyaratan kelulusan yang telah ditetapkan, kepada yang bersangkutan diberikan sertifikat kompetensi guru pemula. Tetapi, bila peserta tidak memenuhi sebagian atau seluruh mata uji, yang bersangkutan dapat mengikuti uji ulang kompetensi guru pemula. Sebelum mengikuti uji ulang yang bersangkutan diwajibkan untuk mengikuti Pembinaan kemampuan mengajar yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga tertentu.
Tingkat penguasaan kompetensi guru pemula sebagai persyaratan kelulusan ditentukan berdasarkan kriteria penilaian acuan patokan (PAP), yaitu minimal 70% yang setara dengan nilai B, baik untuk kelulusan setiap mata uji maupun untuk kelulusan akhir.
Pemegang sertifikat guru pemula memiliki kewenangan sebagai guru pemula yang diberlakukan selama tiga tahun sampai lima tahun. Sedangkan, legalisasi atas sertifikat guru pemula oleh pimpinan lembaga penyelenggara uji kompetensi guru pemula sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sertifikasi Guru Lanjut
Sertifikasi guru lanjut merupakan proses pengujian kompetensi calon guru sebagai dasar pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan sebagai guru berikutnya, setelah sertifikasi guru yang dimiliki hampir habis masa berlakunya. Sertifikasi guru lanjut diperoleh melalui uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Dengan demikian tujuan sertifikasi guru lanjut adalah untuk menentukan kelayakan seorang guru dalam memangku jabatan profesional sebagai guru pada periode berikutnya. Periode berikutnya dapat diberlakukan selama kurang lebih lima tahun.
Peserta sertifikasi guru lanjut terdiri atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah para guru sebidang dan serumpun yang telah menjadi PNS tetapi belum memiliki sertifikasi guru pemula. Kelompok kedua adalah para guru sebidang dan serumpun yang telah memiliki sertifikasi guru sebagai profesi (baik sertifikasi guru pemula maupun sertifikasi guru lanjut) yang telah hampir habis masa berlakunya.
Guru yang ingin mengikuti sertifikasi guru lanjut diwajibkan untuk mendaftarkan diri dengan menyerahkan berkas persyaratan administratif kepada penyelenggara uji kompetensi. Kemudian peserta mengikuti uji kompetensi untuk semua mata uji yang diwajibkan sesuai dengan standar kompetensi guru. Bila peserta memenuhi persyaratan kelulusan yang telah ditetapkan, kepada yang bersangkutan diberikan sertifikat kompetensi guru lanjut. Tetapi, bila peserta tidak memenuhi sebagian atau seluruh mata uji, yang bersangkutan dapat mengikuti uji ulang kompetensi guru lanjut. Sebelum mengikuti uji ulang yang bersangkutan diwajibkan untuk mengikuti pembinaan kemampuan mengajar yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga tertentu. Bagi guru sebagai profesi yang belum lulus uji ulang, sedangkan masa berlakunya sertifikat guru sebagai profesi sudah habis, maka kewenangan dan haknya sebagai guru profesional di cabut.
Seperti halnya sertifikasi guru pemula, tingkat penguasaan kompetensi guru lanjut sebagai persyaratan kelulusan ditentukan berdasarkan kriteria penilaian acuan patokan (PAP), yaitu minimal 70% yang setara dengan nilai B, baik untuk kelulusan setiap mata uji maupun untuk kelulusan akhir.
Pemegang sertifikat guru lanjut memiliki kewenangan sebagai guru profesional yang diberlakukan selama lima tahun. Sedangkan, legalisasi atas sertifikat guru lanjut oleh pimpinan lembaga penyelenggara uji kompetensi guru lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kurikulum Pendidikan Profesi
Pendidikan profesi ditekankan pada unsur kematangan, keterampilan, dan tanggungjawab. Untuk itu diperlukan waktu yang memadai melakukan latihan, praktek dan magang. Pendidikan profesi dilakukan setelah peserta didik melewati jenjang pendidikan tinggi atau pendidikan akademik. Pendidikan profesi adalah syarat bagi calon guru untuk dapat mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi guru.
Pendidikan profesi keguruan dilakukan dengan cara konsekutif bagi lulusan D2, D3, dan S1. Pendidikan profesi guru tersebut dilaksanakan oleh LPTK terakreditasi. Pendidikan profesi untuk satu bidang tertentu dilakukan di fakultas yang mengasuh bidang studi tersebut.
Berdasarkan Kepmen No.232 tahun 2000 dan Kepmen No.045 tahun 2002 setiap lulusan pendidikan tinggi termasuk guru sekurang-kurangnya memiliki 5 unsur kompetensi yang mencakup kepribadian, ilmu dan keterampilan, keahlian berkarya, sikap dan perilaku berkarya serta kemampuan berkehidupan bermasyarakat. Apabila acuan ini digunakan mengembangkan kurikulum pendidikan profesi maka setidaknya kurikulum pendidikan profesi keguruan lebih ditekankan pada keahlian berkarya serta sikap dan perilaku berkarya. Pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan dan merevisi kurikulum pendidikan profesi keguruan adalah (1) menjalin kemitraan dengan pengguna guru, (2) mencari masukan dari asosiasi profesi keguruan dan asosiasi profesi lainnya yang relevan, dan melakukan task analysis. Dengan cara tersebut, secara akurat dapat dilakukan upaya perbaikan terhadap content dan performance kompetensi yang pada akhirnya berakibat terhadap keharusan untuk melakukan pemutakhiran kurikulum pendidikan profesi seiring dengan perkembangan tuntutan kebutuhan profesi.
Apabila dilakukan pemetaan materi kurikulum pendidikan profesi keguruan, maka penguasaan subject matter yang kuat harus didukung oleh keahlian transfer ilmu, keahlian untuk membelajarkan peserta didik, dan kemampuan reflektif untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan. Untuk itulah diperlukan materi Strategi belajar mengajar, Telaah kurikulum, Evaluasi Pembelajaran, Penelitian Tindakan Kelas, Microteaching, dan PPL. Agar kedua keahlian tersebut diatas tidak kehilangan roh dan jiwa pendidikan maka perlu diberikan materi yang mendukung sikap dan perilaku berkarya, yakni filsafat dan teori pembelajaran, perkembangan peserta didik, teknologi pendidikan/ pembelajaran serta teknologi komunikasi dan informasi. Untuk memenuhi sasaran di atas, maka kurikulum pendidikan profesi guru perlu dirancang dengan beban studi 36—40 sks.
Rintisan Pola Konsekutif
Pencanangan guru sebagai profesi tentu harus diikuti dengan langkah-langkah konkrit tentang tiga subsistem utama pendidikan profesi guru, yakni mulai dari penyiapan tenaga guru, manajemen guru, dan sistem penjaminan mutu guru. Sesungguhnya akar masalah profesionalisme guru di Indonesia bukanlah pada kurikulum atau pola yang diterapkan, akan tetapi pada konsistensi dan mutu implementasi yang tidak memiliki standar dan manajemen pembinaan yang lemah. Quality planning, Quality Control, dan Quality Improvement tidak dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Jalinan masalah ini terasa begitu rumit dan bergerak secara acak menunju arah yang tidak beraturan. Mencermati hal ini, maka pemantapan dan pembenahan secara mendasar terhadap pola concurrent (model serempak) yang diterapkan selama ini sangat mendesak untuk dilakukan. Namun demikian, rintisan pola consecutive (model berlapis) dapat menjadi alternatif terutama untuk mengakomodasi guru bidang studi tertentu. Pola consecutive dapat mengatasi dua masalah, yakni (1) menyiapkan guru yang memiliki keahlian khusus (guru keterampilan kejuruan baik itu akibat perkembangan tuntutan pasar kerja maupun munculnya keterampilan dan ilmu baru serta keahlian yang tidak diselenggarakan di LPTK) dan (2) ledakan kebutuhan guru pada kurun waktu tertentu.
Kedua model tersebut diatas hendaknya diterapkan secara kontekstual dalam rangka menyiapkan guru di Indonesia. Model serempak dilaksanakan untuk menyiapkan guru taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Model berlapis digunakan terutama untuk menyiapkan guru SMP, SMA dan SMK yang sudah menekankan pemilikan ilmu dan keterampilan dengan pendekatan akademik. Model berlapis ini memberikan kesempatan kepada lulusan non kependidikan untuk mengikuti pendidikan profesi dengan beban studi sebesar 36—40 sks.
Penyelenggaraan model berlapis ini di LPTK terakreditasi harus dilakukan secara bertahap dan berjenjang. Bagi guru yang telah bertugas saat ini akan dilakukan uji kompetensi dan sertifikasi. Bagi mereka yang tidak memenuhi standar kompetensi akan ditindak-lanjuti dengan program re-training atau re-education yang kemudian diharuskan mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi. Bagi calon guru yang berlatar belakang sarjana kependidikan diharuskan menempuh uji kompetensi untuk memperoleh sertifikasi, sedangkan bagi calon guru yang berlatar belakang sarjana non kependidikan wajib mengikuti pendidikan profesi yang kemudian diikuti dengan uji kompetensi dan sertifikasi.
Daftar Pustaka
Jalal, Fasli and Musthafa, Bahrudin. 2001. Education Reform, in the Context of Regional Autonomy: The Case of
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah. 2004. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indoensia Baru.
Undang Undang Republik
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
______,( 2003) Naskah Akademik Sertifikasi Kompetensi Tenaga Pendidik.
______,( 2003) Naskah Akademik Sertifikasi Kompetensi Tenaga Kependidikan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 2002. Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke 21.
Sukamto. 2004. Pengembangan Sistem Penilaian Sertikasi Guru.
2 comments:
Menurut saya, evaluasi pembelajaran yang memenuhi kelulusan adalah sebagai berikut :
1. Program Percepatan Belajar atau Kelas bagi anak berbakat yaitu mereka yang kerana memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul serta prestasi yang tinggi, perlu dirancang dengan sebaik mungkin.
2. Guru kelas dituntut harus piawai dalaml mengemas sebuah pembelajaran, mereka tidak bisa menyamakan perlakuan mengajar dikelas regular dengan kelas . Penyampaian materi harus utuh (bukan sesuka guru) dengan target adanya pemekaran dan mampu mengekskalasi suatu materi.
3. Untuk meningkatkan kualitas program , maka rekurtmen siswa harus sangat hati-hati dan komprehensif dengan tidak mengabaikan factor lain.
4. Investasi yang mahal pada program ini menuntut kerjasama yang erat antara pihak sekolah, orangtua, masyarakat untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan menuju target yang diharapkan.
Nama : Rika Asrikah
NIM : 3401407104
Prodi : Pend. PKn
makasih infonya. sy copy paste y?
Post a Comment